Tahap awal atau pembukaan dari
tari Rejang Ilud adalah diawali dengan gerakan menyatukan dua ibu jari kanan
dan kiri dan jari yang lainnya dirapatkan seolah membentuk segitiga, gerakan
itu disebut Yoni mudrā yang bermakna
menstanakan kekuatan sakti dalam diri penari, sehingga membangkitkan kesiapan
diri dalam diri penari untuk melakukan tarian ini sebagai wujud persembahan
utama diri. Yoni mudrā ini sangat tepat
diletakan di awal gerakan ini karena dengan gerakan mudrā ini diharapkan
kekuatan Tuhan dalam hal ini sebagai wujud sakti (Pradana/
Acetana) sehingga penari telah menunjukkan kesiapannya untuk menari.
Tahap
I
Tahapan gerakan tari ini terdiri
dari dua gerakan pokok yaitu manglot dan ngilut. Gerakan manglot ini identik
dengan vitarka mudrā yang bermakna munculnya kesadaran dan pembelajaran bagi
diri sendiri sehingga adanya kesadaran spiritual dalam jiwa akan kekuatan diri
untuk menangkal kekuatan negatif yang muncul dalam diri sendiri. Sedangkan
gerakan ngilut itu merupakan gerakan bodhyagiri mudrā yaitu gerakan seperti
mengenggap sesuatu sebagai simbol keteguhan dari kesadaran, pengetahuan dan
kekuatan itu sehingga semakin menyatu dalam diri sang penari. Gerakan ini
disandingkan dengan gerakan memutar gerak tangan searah jarum jam yang disebut
dengan (Purwa daksina) yaitu simbol penyucian dan kekuatan utpeti yaitu
penciptaan. Gerakan lain dalam tahap pertama ini dikombinasikan pula dengan
gerak meluruskan tangan kiri dan telapak tangan di tegakkan ke atas yang
identik dengan gerakan abhaya mudrā yaitu simbol gerakan menolah marabahaya.
Hal ini dapat kita lihat gerakan tangan ini sesekali akan berpindah ke tengah
yaitu di depan dada yang merupakan inti gerakan mudra ini. Mudra ini
menyimbolkan bagaimana manusia bisa senantiasa menolak segala pengaruh negatif
dari pengaruh luar, bagi wanita pusat energinya lebih berada pada arah kiri
karena dapat kita lihat dari konsep Purusa-Pradana yaitu kekuatan Pradana
menguasai arah kiri karena berpusat pada kekuatan pertiwi.
Tahap
II
Tahapan ini menunjukkan suatu gerakan
ngilut di depan dada dan tangan kirinya menyilang di depan dada. Gerakan ini
identik dengan gerakan vajrahuṇkara mudrā yaitu gerakan tangan menyilang di
depan dada salah tangan seolah sedang memegang bajra. Sikap ini bermakna adanya
pemusatan energi yang ada dalam diri yang selanjutnya digunakan untuk
memberikan perlindungan dan penjagaan/ proteksi dirinya dalam menghalau
kekuatan negatif. Gerakan memutar bajra itu dikombinasikan dengan gerakan
ngilut dengan arahnya Purwa Daksina yaitu merupakan simbol penyucian. Sehingga
perpaduan antara vajrahuṇkara mudrā dengan ngilut murwa daksina ini bermakna
untuk memproteksi diri bukan dengan kekuatan dari senjata melainkan memproteksi
diri dengan penyerahan diri dan kesucian diri untuk memusatkan kekuatan dalam
diri manusia. Gerakan tari ini menunjukkan bahwa tarian ini menunjukkan adanya
pengikhlasan diri dan penyucian diri sebagai bentuk persembahan utama kepada
Tuhan sehingga kekuatan alam yang maha hebat tersebut dapat distanakan dalam
diri. Tari Rejang Ilud sampai pada tahapan ini bukan menunjukkan gerakan
widyadari sebagaimana yang ditunjukkan pada gerakan tari rejang pada umumnya,
sperti merentangkan tangan dan memainkan selendang, dan menunjukkan sevana
mudrā yaitu gerakan tangan seperti sedang memberikan pelayanan. Gerakan yang
dominan ditunjukkan oleh Rejang Ilud ini adalah pemusatan dan perpaduan
kekuatan diri dan kekuatan alam dalam rangka penyucian dan menurunkan anugrah
Tuhan.
Tahap
III
Tahapan ini terdiri dari tiga
gerakan utama yaitu manglot dikombinasikan dengan ngilut sambin gerkan berkacak
pinggang (nungked bangkiang), gerakan manglot dikombinasikan dengan ngilut
sambil gerakan tangan diluruskan, dan gerakan terakhir adalah gerakan
mencakupkan tangan di dada. Jenis gerakan pertama dan kedua tersebut memiliki
bentuk, jenis dan makna gerakan mudra seperti pada penjelasan sebelumnya. Akan
tetapi pergantian gerakan dari ngilut dengan nungked dan gerakan ngilut dengan
tangan lurus menunjukkan adanya perbedaan kedudukan. Ketika gerakan ngilut
dengan nungked itu menunjukkan penari dalam kesadaran yang berkedudukan sebagai
Daivastana (meraga dewa) ditunjukkan dengan gerakan ngilut lebih tinggi yang
menunjukkan telah berstananya kekuatan Tuhan dalam manifestasinya sebagai
kekuatan Sakti, dan ngungked itu sendiri menyimbolkan dalam kedudukan ini
manusia harus senantiasa menghormati perintah dan petunjuk Tuhan, sehingga
terjadilah hubungan vertikal antara Tuhan dan manusia. Sedangkan pada gerakan
ngilut tanpa nungked itu menunjukkan adanya pergantian kedudukan menjadi
Manavastana (maraga manusa) yang bermakna kesadaran diri sebagai manusia
menyebabkan kesejatian manusia sejati (Atman) diliputi oleh Maya yang
menyebabkan manusia mengalami kegelapan pikiran (avidya). Dalam kedudukan
itulah manusia harus menyadari dirinya agar kembali kepada kesejatoan sejati
yakni mulai menstanakan kekuatan Tuhan dalam diri agar kembali dapat mencapai
kedudukan Daivastana tersebut. Gerakan ini menunjukkan hubungan horisontal
antara sesama manusia. Jika gerakan itu dikombinasikan maka akan terbentuk
tanda tambah yang merupakan simbol Swastika yaitu simbol kehidupan. Sehingga
gerakan pada tahapan ini menunjukkan adanya usaha manusia untuk mewujudkan
keseimbangan kehidupan antara manusia dengan Tuhan, sesama, dan lingkungannya.
Gerakan pada tahapan ini diakhiri dengan gerakan Añjali mudrā yaitu gerakan
penghormatan, yang bermakna bahwa setelah terwujudnya keseimbangan tersebut
maka haruslah didasari pada penghormatan dan pemujaan yang tulus. Penujaan dan
penghormatan yang tulus itulah yang merupakan dasar dari ajaran Bhakti dan
Karma Marga.
Tahap
IV
Gerakan pada tahapan ini terdiri
dari tiga gerakan inti yaitu ngayab yang dikombinasikan dengan berkacak
pinggang (nungked), gerakan ngayab yang dikombinasikan dengan meluruskan tangan
dan gerakan Añjali mudrā. Inti dari gerakan ngayab ini merupakan gerakan yang
identik dengan gerakan sevana/ naivedya mudrā yaitu gerakan menghanturkan
persembahan yang menyimbolkan adanya ketulusikhlasan dalam melakukan
persembahan baik persembahan dan pemujaan kepada Tuhan maupun penghormatan pada
sesama manusia dan lingkungan. Gerakan ngayab ini juga identik dengan varamudrā
yaitu gerakan tangan sedang memberikan anugrah. Sehingga gerakan ini
menunjukkan adanya kegiatan pemberian anugerah dari Tuhan yang kita terima
kepada manusia. Karena fungsi ngayab sesuai dengan konteks upacara dan ritual
sendiri merupakan menghaturkan sesaji kepada Tuhan dan kemudian setelah
dihaturkan maka anugrah dari Tuhan itu kemudian diterima oleh manusia.
Dari empat tahapan gerakan tari
Rejang Ilud ini merupakan sebuah rangkaina gerakan mudra yang menunjukkan
adanya pemusatan kekuatan Sakti dalam rangka memutar roda kehidupan dan proses
penyucian diri agar mencapai kesadaran dan terlepas dari awidya. Setelah itu
dengan keiklasan dan kepasrahan diri itulah tubuh ini dijadikan sarana bhakti
dan karma untuk mewujudkan keharmonisan kehidupan manusia dengan Tuhan, sesama
manusia, dan lingkungan. Rejang yang identik dengan gerakan widyadari menuntun
Ida Bhatara datang pada upacara, nampaknya memiliki simbol yang berbeda yaitu
menstanakan kekuatan Tuhan dalam diri penari itu sendiri untuk dapat disebarkan
vibrasi positif Tuhan tersebut pada tempat berlangsungnya upacara. Maka dari
itu keberadaan Rejang Ilud dari segi pemaknaan dan esensi gerakan tari ini
kualitasnya lebih tinggi, walaupun sederhana dalam gerak dan rupa.
1 Comments
keren mas :D visit back
ReplyDeletenatonations.blogspot.com