Pengetahuan dan
keterampilan melakukan riset sangat penting dimiliki oleh seorang peneliti. Berbagai upaya penelitian akan berdampak positif bagi
suatu kondisi bila diawali dengan suatu riset. Kebijakan atau
langkah-langkah strategis yang diambil seorang peneliti harus didasari oleh suatu
pemikiran logis. Pemikiran logis ini hanya akan didapat melalui suatu riset
terhadap obyek yang akan diteliti.
Banyak orang
beranggapan bahwa bahwa riset sangat sulit dilakukan dan memerlukan biaya yang
sangat besar. Riset atau penelitian sebenarnya sangat mudah dilakukan. Karena
hanya dengan berbekal pemikiran logis maka riset dapat dilakukan. Pemikiran
logis adalah pemikiran yang mendorong suatu tindakan yang disesuaikaan dengan
kemampuan diri sendiri dan dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang
terkait. Biaya yang sangat besar sebenarnya bukanlah sebuah masalah. Karena
dengan pemikiran yang logis maka peneliti akan dapat menyiasati keterbatasan
dana yang dimilikinya untuk mencapai tujuan riset.
1. Pengertian
Metode Riset
Secara umum metode riset diartikan sebagai cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Ada empat kata kunci yang perlu diperhatikan dari definisi
tersebut yaitu cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan tertentu.
Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian ini didasarkan pada ciri-ciri keilmuan,
yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian
ini dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh pemikiran
manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera
manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan menngetahui cara-cara yang
digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian
menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
2. Riset
yang Baik
Ada banyak sekali riset yang telah dilakukan manusia sepanjang
sejarah hidupnya. Namun hanya sedikit riset yang dapat dikategorikan sebagai
riset yang baik. Sebuah riset dapat dikategorikan seebgai riset yang baik bila
memenuhi syarat-syarat tersebut di bawah ini.
1)
Tujuan
yang didefinisikan secara jelas. Tujuan riset harus dapat dirumuskan dengan
jelas dan dapat dipahami oleh banyak orang.
2)
Proses
riset yang dirinci dengan jelas. Proses yang dirinci dengan jelas akan sangat
membantu periset untuk melakukan riset dengan benar. Bila terjadi kegagalan
riset maka akan sangat mudah ditelusuri penyebab kegagalan tersebut. Rincian
ini juga sangat diperlukan oleh pembaca hasil riset. Rincian yang tidak jelas
akan menyebabkan keraguan akan keabsahan hasil penelitian. Rincian ini juga
akan sangat berguna bila periset maupun periset lainnya ingin melakukan
melakukan riset lanjutan atau riset yang sama namun dengan obyek yang berbeda.
3)
Desain
riset direncanakan secara tuntas. Desain prosedural riset harus direncanakan
secara cermat untuk memberikan hasil yang seobyektif mungkin. Obyektif artinya
riset dapat memberikan gambaran yang benar tentang obyek yang diriset dan
simpulan yang diambil peneliti merupakan hasil kajian yang multidisipliner
(berbagai jenis disiplin ilmu) dan multidimensional (berbagai sudut pandang
logis).
4)
Menerapkan
standar etika yang tinggi. Seorang periset umumnya adalah pribadi yang unik
karena memiliki karakter khas yang berbeda dari orang kebanyakan. Namun bukan
berarti seorang periset dapat mengabaikan etika yang menjadi standar moral
dalam dunia keilmuan. Etika tertinggi adalah adanya jaminan dari periset bahwa
risetnya akan dapat berguna bagi orang lain di luar dirinya dan lingkungan
keilmuannya. Bila periset melibatkan manusia sebagai mitra maupun obyek maka
periset harus dapat menjamin privasi, keamanan, kenyamanan dan
kesejahteraannya.
5)
Keterbatasan
riset diungkapkan secara terus terang. Ada banyak pilihan metode dan alat bantu
riset, demikian juga dengan rancangan prosedural riset secara baku telah banyak
diciptakan. Pilihan-pilihan tersebut memiliki keunggulan masing-masing, namun
juga memiliki kelemahan. Karena itu keterbatasan riset perlu diungkapkan.
Periset akan mampu mengantisipasi keleemahan dari hasil risetnya. Pembaca hasil
riset juga akan mampu menentukan batas kepercayaannya terhadap suatu hasil
riset.
6)
Analisis
yang memadai untuk kebutuhan pengambil keputusan. Hasil riset seringkali
digunakan sebagai dasar kebijakan bagi pengambil keputusan. Karena itu riset
harus dibuat dengan data yang lengkap dan handal dan metode yang
multidisipliner. Riset seperti ini umumnya memberikan banyak alternatif
pemecahan masalah dengan kajian obyektinya untuk masing-masing alternatif.
Namun bila harus memberikan pilihan maka wujudnya adalah suatu rekomendasi yang
didasari oleh kajian multidimensional dan jumlahnya sebaiknya lebih dari satu
rekomendasi.
7)
Temuan
disajikan tanpa ambigu. Sebuah riset sering kali menghasilkan sebuah temuan
baru baik berupa bentuk fisik yang dapat menimbulkan penafsiran baru maupun
temuan baru yang dapat menggugurkan teori sebelumnya. Temuan –temuan ini
sebaiknya disajikan secara rinci, sistematis dan menggunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh orang kebanyakan sehingga tidak menimbulkan kesalahan penafsiran
dari pembacanya. Periset juga tidak mempunyai tujuan terselubung untuk
mempengaruhi opini dari pembaca hasil risetnya.
8)
Kesimpulan
yang benar. Kesimpulan disesuaikan dengan bahan riset. Semakin luas ruang
lingkup bahan dan semakin besar jumlah bahan maka kesimpulan yang dihasilkan
juga akan semakin dapat mengeneralisasikkan suatu fenomena. Misalnya suatu
riset yang dilakukan dengan ruang lingkup Provinsi Bali maka akan menghasilkan
kesimpulan yang hanya dapat diterima dan diterapkan di Provinsi Bali.
9)
Pengalaman
periset direfleksikan. Pengalaman periset merupakan salah satu penjamin
kehandalan hasil riset dan batas kepercayaan dapat diberikan oleh pembaca hasil
risetnya. Karena itu profil periset sebaiknya dapat ditampilkan pada setiap laporan
riset.
3. Riset
Budaya
Banyak orang beranggapan salah tentang riset budaya. Riset
budaya seringkali diidentikkan dengan studi yang hanya mencakup bidang seni,
agama, bahasa daerah, adat istiadat dan benda-benda purbakala. Riset budaya
sebenarnya adalah riset yang dilakukan terhadap unsur-unsur pembentuk budaya
baik secara parsial maupun secara simultan dengan tujuan-tujuan tertentu.
Budaya dibentuk ooleh tujuh unsur yaitu: 1) lingkungan, 2)
sistem religi, 3) sistem sosial, 4) sistem nilai, 5) teknologi dan sistem mata
pencaharian, 6) bahasa dan 7) kesenian tradisional. Berdasarkan tujuh unsur ini
maka dapat dikembangkan berbagai bentuk riset budaya. Cakupan yang sangat luas
ini telah menyebabkan periset melakukan riset berdasarkan minat dan kemampuannya
masing-masing. Hampir tidak ada seorang periset mampu melakukan riset budaya
secara mandiri. Pelibatan banyak periset dari berbagai disiplin ilmu menjadi
suatu konsekwensi wajar.
3.1 Jenis
Ada banyak jenis riset budaya. Namun pada pembahasan makalah ini
akan disajikan jenis riset budaya berdasarkan tujuannya. Tujuan riset budaya
terdiri dari tiga yaitu: 1) pencarian, 2) penyelamatan dan 3) pengelolaan.
Pencarian adalah upaya untuk memperoleh atau mengangkat
kembali unsur-unsur budaya yang telah hilang atau punah. Riset seperti ini
umumnya didasari akan adanya suatu unsur budaya yang telah punah dari suatu
komunitas pendukung budaya tertentu. Riset diawali dengan kajian manfaat dari
unsur budaya yang hilang tersebut bila nantinya telah berhasil dibangkitkan
kembali. Selanjutnya periset akan melakukan penelusuran terhadap jejak budaya
yang masih tersisa dan merangkainya menjadi satu mata rantai yang tidak
terputus. Rangkaian ini akan mendorong suatu asumsi tentang lokasi unsur budaya
yang hilang tersebut. Pada unsur budaya yang tidak bersifat bendawi maka mata
rantai tersebut akan meicu asumsi tentang visualisasi unsur budaya tersebut.
Penyelamatan adalah upaya untuk meminimalkan proses pengausan
atau kepunahan suatu unsur budaya. Penyelamatan diawali dengan kajian terhadap
tingkat kerusakan dan faktor penyebab kerusakan. Hasil kajian ini digunakan
sebagai dasar penentu strategi penyelamatan. Penyelamatan hasil budaya materi
dapat dilakukan dengan konservasi, konsolidasi, restorasi hingga pemugaran.
Penyelamatan hasil budaya non-materi dapat dilakukan dengan penyuluhan pada
masyarakat pendukung budaya, kaderisasi tokoh budaya, dokumentasi secara
tertulis hingga pembuatan aturan hukum yang mengikat masyarakat pendukung
budaya tertentu untuk melestarikan budayanya tersebut.
Pengelolaan adalah upaya untuk mengatur pemanfaatan dan
pengembangan suatu sumber daya budaya. Pengaturan ini dilakukan dengan tujuan
utama agar pemanfaatan dan pengembangan tidak menyebabkan kerusakan pada sumber
daya budaya. Namun justru dapat menjamin kelestariannya. Riset ini diawali
dengan pengumpulan materi dasar tentang kebutuhan masyarakat akan suatu sumber
daya budaya. Hasil riset ini akan mencerminkan arah atau tujuan pemanfaatan dan
pengembangan yang diinginkan masyarakat. Selanjutnya akan dilakukan riset untuk
menemukan strategi untuk meminimalkan dampak kerusakan sumber daya budaya
sebagai dampak dari pengembangan dan pemanfaatan tersebut. Bila arah
pemanfaatan dan pengembangan masih dapat ditoleransi dengan suatu metode
penyelamatan maka keinginan masyarakat dapat dipenuhi. Namun bila tidak maka
periset sebaiknya dapat memberikan penyadaran kepada masyarakat. Karena sumber
daya budaya tersebut tidak hanya akan berguna bagi manusia pada saat ini saja.
3.2 Metode
Metode riset secara umum terdiri dari empat tahapan yaitu: 1)
pengumpulan informasi dasar, 2) pengumpulan data, 3) pengolahan data dan 4)
penyajian hasil riset. Secara teknis ada banyak metode yang dapat digunakan
dalam riset budaya. Metode-metode ini sebaiknya digunakan sesuai dengan
kebutuhan dari suatu riset budaya.
1)
Studi
pustaka
Studi pustaka dilakukan
terhadap berbagai bentuk buku, artikel, jurnal atau tulisan lainnya yang
dianggap relevan dengan riset yang sedag dilakukan. Studi terhadap gambar, foto
dan peta juga dapat digolongkan sebagai studi pusaka.
2)
Observasi
Observasi adalah
pengamatan langsung di lokasi tempat beradanya obyek penelitian.
3)
Dokumentasi
Dokumentasi secara umum
dapat didefinisikan sebagai perekaman. Perekaman mencakup pencatatan secara
detail pada obyek, penggambaran dalam bentuk sketsa maupun foto dan perekaman
dalam bentuk 3 dimensi.
4)
Wawancara
Wawancara dilakukan
oleh periset untuk memperkaya pengetahuan dan sebagai bahan pertimbangan untuk
membuat simpulan dari permasalahan penelitian. Wawancara dilakukan kepada para
tokoh budaya maupun anggota komunitas yang lainnya. Ini dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang obyektif.
5)
Kuesioner
Kuesioner adalah alat
pengumpulan data yang berbentuk serangkaian pertanyaan tertulis dengan suatu
parameter yang telah ditentukan oleh peneliti.
6)
Ekskavasi
Ekskavasi adalah metode
pencarian data arkeologi yang terpendam di dalam tanah maupun di bawah air.
7)
Penginderaan
jarak jauh
Teknologi satelit telah
berkembang pesat. Teknologi ini dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan alam
dari suatu kawasan budaya. Sebuah kawasan konservasi budaya sangat memerlukan
daya dukung lingkungan yang kondusif. Karena itu deteksi kerusakan budaya
sangat perlu dilakukan. Cara termudah, tercepat dan terlengkap adalah dengan
teknologi satelit.
Demikian makalah ini saya sampaikan. Saya
berharap makalah ini dapat berguna sebagai bekal untuk melaksanakan penelitian yang baik dan benar
PROFIL
PENULIS
Nama : I
Wayan Dalam Ari Kalky
Tempat, tanggal lahir : Malang, 6 Februari 1974
Pendidikan : S-1 Bidang
Arkeologi di Fakultas Sastra Universitas Udayana
Pekerjaan : 1) Konsultan riset
2) Penulis bidang budaya dan lingkungan pada
beberapa harian nasional di Indonesia
Pengalaman organisasi:
1)
Pendiri Yayasan Cipta
Kreatif Arkeologi (2001)
2)
Direktur Yayasan Cipta
Kreatif Arkeologi (2001 – 2003)
3)
Pendiri Kader Pelestari
Budaya Provinsi Bali (2001)
4)
Koordinator Dewan
Pembina Kader Pelestari Budaya Provinsi Bali (2001 – ….)
Pengalaman profesional:
1)
Penanggung jawab riset
bagi persiapan Taman Nasional Bali Barat, DAS Pakerisan, Taman Ayun dan Jati
Luwih sebagai persiapan dalam nominasi Daftar Warisan Budaya dan Alam Dunia
(UNESCO – 2003).
2)
Staf ahli Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata RI
dalam rangka penyusunan draft revisi UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya (2003).
3)
Produser dan sutradara
film dokumenter bidang budaya.
4)
Konsultan pada semua
riset yang dilakukan oleh Kader Pelestari Budaya Provinsi Bali (2001 – 2008).
5)
Konsultan pada PT.
Surveyor Indonesia (Persero) (2010 – .....) .
0 Comments